Bisnis.com – JAKARTA, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menjadi sorotan terkait waktu jeda mantan narapidana korupsi yang diperbolehkan pencalonan diri dalam pemilu 2024.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan peraturan terbaru dari KPU dianggap menabrak keputusan Mahkamah Konstitusi pada 2009.
Menurutnya, meski dihukum kurang dari lima tahun, masa tunggu untuk mantan narapidana korupsi tidak perlu ada pengecualian.
Adapun aturan yang dimaksud yakni Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD (PKPU 10/2023) dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD (PKPU 11/2023).
“Itu mendegradasi aturan yang sudah cukup baik di pemilu sebelumnya,“ ujar Lucius dalam podcast Ngeklik, yang dikutip Selasa (5/9/2023).
Lucius mempertanyakan pilihan KPU yang dianggap memberikan karpet merah bagi mantan koruptor. Menurutnya, KPU memiliki idealisme sebagai penyelenggara pemilu.
Baca Juga
Di sisi lain, Formappi juga berharap masyarakat lebih kritis dalam melihat daftar calon legislatif yang maju dalam Pemilu 2024. “Masyarakat harusnya punya akal untuk menolak para mantan napi kasus korupsi yang mencalonkan jadi caleg,” tambahnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan nama-nama mantan terpidana kasus korupsi yang maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) dalam Daftar Calon Sementara (DCS) pada Pemilu 2024.
Melansir dataindonesia.id, Secara total, ada 39 mantan napi korupsi yang diketahui mendaftarkan diri sebagai caleg di tingkat DPR, DPD, dan DPRD.
Secara rinci, ada sembilan nama mantan narapidana korupsi yang menjadi caleg di tingkat DPR. Nama-nama caleg tersebut, antara lain Abdullah Puteh, Rahudman Harahap, Abdillah, Susno Duadji, Nurdin Halid, Budi Antoni Aljufri, Al Amin Nasution, Rokhmin Dahuri, dan Eep Hidayat.