Bisnis.com, JAKARTA — Dirty Vote, film dokumenter garapan Dandhy Laksono, tembus 20 juta penayangan (views) dalam 7 hari sejak dirilis.
Lewat film ini, Dandhy menampilkan desain dugaan kecurangan serta intervensi kekuasaan untuk memenangkan satu pasangan calon dalam pemilihan umum atau Pemilu 2024.
“Sekali lagi, terima kasih,” tulis Dandhy lewat akun X (dulu Twitter), Minggu (18/2/2024).
Jumlah penayangan tersebut merupakan akumulasi penayangan dari tiga akun YouTube berbeda, yakni Dirty Vote, PSHK Indonesia, dan akun milik mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad.
Selain Dandhy sebagai sutradara, Dirty Vote menampilkan tiga pakar hukum tata negara sebagai penyaji data, di antaranya Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
Sebelumnya, Dandhy menuturkan ide pertama pembuatan film itu berasal dari kegelisahan banyak orang ihwal dugaan kecurangan pemilu jauh sebelum 14 Februari 2024.
Baca Juga
"Mulai dari soal menteri yang kampanye, menteri yang tak malu-malu mengatakan bantuan sosial dari presiden. Kok kayaknya kita jadi hancur standar normalnya," kata Dandhy, dikutip Selasa (13/2/2024).
Dandhy mengungkapkan, dia lahir di era kepemimpinan Presiden Soeharto dan kemudian mengalami reformasi. Konflik kepentingan dan apa yang terjadi hari ini menurutnya bisa dikatakan tidak normal.
"Tapi karena dibikin jadi kabar setiap hari, jadi kaya "oh, this is another bad thing" tapi kita akhirnya merasa normal,” kata dia.
Lebih lanjut, Dandhy mengatakan, mulai dari kecurangan ini itu, aparat yang tidak netral, bahkan presiden dan ibu negara yang membuat gestur tidak netral dengan mengeluarkan dua jari dari dalam mobil kepresidenan, itu lama-lama dianggap normal oleh masyarakat. Hingga puncaknya adalah kasus di Mahkamah Konstitusi (MK).
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai film Dirty Vote tidak sesuai fakta dan banyak bohong. Film tersebut menurut Luhut sama saja dengan film Sexy Killers 2019 yang juga menimbulkan kontroversi.
"Itu yang membuat film Dirty Vote itu kan sama juga yang membuat Sexy Killers di 2019. Ternyata diurai ya banyak bohongnya. Jadi sayang juga sebenarnya kita menebar kebohongan," kata Luhut di Cemagi, Rabu (14/2/2024).
Luhut juga membantah jika Pemilu 2024 penuh dengan kecurangan. Dengan mekanisme saat ini, di mana Pemilu bisa diawasi oleh banyak pihak, menurut Luhut akan sulit melakukan kecurangan. Dia juga berani mengklaim jika kecurangan di Pemilu 2024 tidak ada.
"Siapa sih sekarang mau curang? Semua saling mengawasi kok, ya kan, saling mengawasi. Jadi ya kecurangan itu hampir tidak ada," kata Luhut.