Bisnis.com, JAKARTA — Cerita Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang pernah menaikkan tunjangan kinerja alias tukin sebesar 300% untuk instansinya, ramai menjadi perbincangan warganet.
Fakta tersebut nyatanya muncul dalam diskusi peluncuran buku biografi Sri Mulyani berjudul "No Limits Reformasi dengan Hati" yang berlangsung pada Jumat (20/9/2024) malam, di Kemenkeu.
Di mana buku setebal 577 halaman tersebut berisi catatan perjalanan kiprah dan dedikasi Sri Mulyani sejak lulus FE UI, menjadi dosen dan peneliti, hingga bertugas di IMF, menjadi Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menkeu, Plt Menko Perekonomian di era Pak SBY, Managing Director World Bank, dan Menkeu 2016—2024 ini.
Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memperjelas, bahwa dalam diskusi tersebut Sri Mulyani bercerita terkait reformasi tahap awal di Kemenkeu, saat beliau pertama kali menjadi Menkeu tahun 2005.
"Beliau mendapati fakta, gaji Dirjen Pajak yang tanggung jawabnya amat besar bagi APBN, ternyata lebih rendah dari seorang PhD yang menjadi peneliti di LPEM UI," jelas Prastowo dalam keterangan resmi, Rabu (25/9/2024).
Untuk diketahui, sebelum menduduki kursi Bendahara Negara, Sri Mulyani berkarir sebagai peneliti hingga menjadi Kepala LPEM UI.
Baca Juga
Lebih lanjut, Prastowo menjelaskan bahwa reformasi ini bukanlah hal baru, karena telah diinisiasi oleh Boediono yang menjadi menteri keuangan era Megawati bersama Hadi Poernomo sebagai Dirjen Pajak kala itu. Kemudian refromasi pajak berlanjut di masa Sri Mulyani era SBY.
Prastowo pun mengakui bahwa dirinya menjadi saksi reformasi birokrasi dan reformasi sektor perpajakan di era Presiden SBY dilakukan secara mendasar dan menyeluruh, di bawah duet Menkeu SMI dan Dirjen Pajak Darmin Nasution.
"Tak sekadar menyesuaikan take home pay pegawai, tetapi juga merombak sistem pelayanan, memodernisasi kantor pajak, merevisi UU Perpajakan," pungkasnya.
Selain itu juga, reformasi dilakukan dengan membangun unit kepatuhan internal, pedoman kode etik, dan tentu saja rasionalisasi dan optimalisasi target penerimaan.
Tahun 2004 atau tahun pertama pemerintahan Pak SBY dan transisi dari Bu Mega, jumlah WP terdaftar 2,73 juta WP, dengan target perpajakan Rp279,2 triliun. Saat itu size APBN senilai Rp430 triliun.
Pada Tahun 2014, yaitu akhir pemerintahan Pak SBY dan transisi ke pemerintahan Pak Jokowi, jumlah WP terdaftar 30,57 juta WP, dengan Target Perpajakan Rp1.246,1 triliun dan size APBN senilai Rp1.876,9 triliun.
Artinya dalam 10 tahun pemerintahan SBY (2004 sampai 2014), terjadi peningkatan jumlah WP sebanyak 27,84 juta atau 1019,8%, target penerimaan pajak meningkat Rp966,9 triliun atau naik 346,3%. Besaran APBN pun menggemuk, naik 336,5% atau Rp1.446,9 triliun.
"Pro kontra menjadi hal yang biasa. Diskursus publik harus terus dirawat dan dikembangkan. Namun alangkah baiknya diskusi dimulai dari premis dan konteks yang tepat agar fair, objektif, dan konstruktif. Semua pihak punya hak untuk bertukar pikiran dan saran perbaikan," tuturnya.
Adapun, reaksi warganet bukan kepalang ketika mengetahui besaran tukin di instansi yang disebut-sebut sebagai ‘kementerian sultan’.
"Instansi lain mau tukin 100% susah setengah mati giliran ini Kemensultan langsung aje 300%," cuit @suhmmerstohsw.
Lain halnya warganet yang justru mendorong tukin instansi lain, khususnya untuk guru, juga mendapat besaran serupa.
"Kita lempar ke @Kemdikbud_RI biar keras kek U Sri Mulyani. Guru dapat tukin 300%. Aaamiin," unggah @PakGhie.
"UMP Naik gak seberapa, kebutuhan semua dipajakin, pajak makin tinggi.. Tapi Tukin kemenkue dinaikin sampe 300%, dari mana dananya? Yah, pajak-pajak yg kita bayarkan. ASN Kemenkeu makin kaya, rakyat makin kehimpit. Untuk apa tukun naik 300%, kalau rakyat dimiskinkan?" tulis pemililh akun @riyah_uus.
(1/2)
— Prastowo Yustinus (@prastow) September 25, 2024
SRI MULYANI, TUKIN, DAN REFORMASI PAJAK
Beberapa hari ini beredar berita yang berkembang menjadi percakapan di medsos, perihal Menkeu Ibu Sri Mulyani yang menceritakan kenaikan tukin Dirjen Pajak (tentu termasuk seluruh pegawai pajak). Diskusi, narasi, framing, dan…