Bisnis.com, JAKARTA - Cuplikan video kritikan Tia Rahmania terhadap pimpinan KPK berbuntut panjang. Saat ini, dirinya justru terkena sanksi pemecatan dan berujung menempuh jalur hukum melawan PDI Perjuangan (PDIP).
Nama Tia Rahmania, seorang calon anggota legislatif (caleg) DPR terpilih 2024–2029 belakangan menjadi menucat ke publik. Jelang pelantikan anggota DPR terpilih hasil Pemilu 2024, Tia justru resmi dipecat oleh partainya sehingga batal dilantik awal Oktober 2024.
Sosok Tia menjadi terkenal pada awal pekan ini, Senin (23/9/2024), ketika dia secara terbuka mengkritik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada saat pembekalan anggota DPR terpilih. Saat itu, Ghufron tengah memberikan materi soal korupsi di Tanah Air. Tia, yang hadir pada acara itu, menginterupsi pimpinan KPK itu dan langsung menyinggung kasus pelanggaran etik yang menimpanya.
Pada hari yang sama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan bahwa Tia batal ditetapkan sebagai anggota DPR terpilih untuk lima tahun ke depan. Dia diganti oleh Bonnie Triyana di daerah pemilihan (dapil) Banten 1.
Batalnya Tia untuk melenggang ke Senayan merupakan konsekuensi langsung dari pemecatannya oleh PDIP. Mahkamah Partai PDIP disebut telah memutuskan Tia terbukti melakukan pelanggaran berupa pengalihan perolehan suara partai ke suara pribadi. Keputusan partai pun diserahkan ke KPU untuk ditindaklanjuti.
Pihak PDIP pun menyebut pemecatan Tia sudah dilakukan sebelum dia mengkritik Ghufron di acara terbuka Senin lalu.
Baca Juga
Tia pun membuat perlawan dengan berencana untuk membuat laporan polisi usai pemecatannya oleh PDIP melalui Mahkamah Partai. Laporan itu akan dilakukan setelah terbitnya putusan atas gugatan yang dilayangkan Tia kepada PDIP.
Pihak Tia Rahmania mendatangi Bareskrim Polri usai kisruh pemecatannya oleh PDI Perjuangan (PDIP) hingga berujung batal ditetapkan sebagai anggota DPR terpilih 2024-2029.
Tia mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (27/9/2024), didampingi oleh kuasa hukumnya yaitu Jupriyanto Purba. Tia Rahmania adalah caleg DPR Dapil Banten 1 itu menyebut kedatangannya ke kepolisian hari untuk berkonsultasi ihwal langkah hukum yang akan dilakukan.
Tia mengaku kecewa terhadap keputusan KPU yang mengakomodasi putusan Mahkamah Partai PDIP. Dia dinyatakan terbukti melakukan pengalihan suara partai ke suara pribadi pada Pemilu 2024.
Padahal, lanjutnya, putusan Bawaslu yang melandasi putusan Mahkamah Partai itu tidak menyatakan Tia menggelembungkan suara.
"Saya bertujuan untuk membersihkan nama baik saya. Saya seorang dosen, saya juga seorang ibu, dan saya tidak ingin dikenal sebagai seseorang yang tidak berintegritas," ujarnya kepada wartawan di lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (27/9/2024).
Perempuan yang juga berkarier sebagai dosen itu mengeklaim hanya ingin membersihkan namanya, tanpa keinginan untuk bisa terpilih lagi sebagai legislator Senayan. Dia membantah putusan internal PDIP bahwa dia mencuri suara rekannya sesama caleg.
Tia menuturkan, dia berani untuk melakukan perlawanan terhadap keputusan partai itu karena bimbingan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Kendati berencana untuk menempuh proses hukum, dia menyatakan tetap menghormati senior dan teman-temannya di PDIP.
"Keinginan saya untuk mendapatkan keadilan itu sesungguhnya atas bimbingan dan ilmu yang diberikan oleh Ketum PDIP ibu Megawati Soekarnoputri yang menyerukan untuk kita harus berani menyampaikan keadilan meskipun pahit," ujarnya.
Penasihat hukum Tia, Jupriyanto Purba, mengatakan pihaknya mendatangi Bareskrim Polri untuk berkonsultasi terkait dengan upaya hukum yang ingin dilakukan. Namun, terangnya, pihak kepolisian meminta agar pihak Tia menunggu sampai gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memeroleh putusan hakim.
"Jadi kita diminta menunggu untuk sementara sampai proses gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memeroleh keputusan. Itulah yang jadi konsultasi, karena ini menyangkut tentang Undang-undang Partai Politik," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (27/9/2024).
Menurut Jupryanto, Tia berencana melapor ke polisi karena keberatan atas putusan Mahkamah Partai PDIP. Putusan itu menyatakan bahwa Tia terbukti melakukan pengalihan suara partai ke suara pribadinya pada Pileg 2024 lalu.
Putusan Mahkamah Partai PDIP itu disebut berbeda dengan putusan Bawaslu Banten soal delapan PPK di dapil tersebut, yang terbukti bersalah melakukan penggelembungan suara. Jupryanto menilai putusan mahkamah merupakan tuduhan kepada kliennya.
Di sisi lain, Tia disebut belum menerima salinan putusan Mahkamah Partai PDIP yang menjatuhkannya sanksi pemecatan. Adapun pemberitahuan yang sudah diterima olehnya berupa surat pemecatan sebagai anggota partai.
"Jadi kita belum dapat sampai dengan saat ini. Baru yang kita dapatkan surat pemecatan sebagai anggota partai, itupun kemarin bukan pada saat [keputusan batal jadi anggota DPR terpilih] dikeluarkan KPU," papar Jupryanto.
Pemecatan oleh PDIP
Sebelumnya, KPU menerbitkan keputusan bahwa Tia tidak lagi menjadi anggota DPR terpilih berdasarkan Surat Keputusan (SK) KPU No.1368/2024.
Adapun, Juru Bicara PDIP Chico Hakim mengatakan bahwa Tia sebelumnya memang sudah dipecat oleh partai.
Chico mengungkap bahwa pemecatan Tia bermula dari putusan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Provinsi Banten pada 13 Mei 2024, di mana delapan kecamatan di Dapil Banten 1 (Lebak-Pandeglang) terbukti bersalah melakukan tindak pelanggaran penggelembungan suara. Perbuatan delapan PPK itu disebut menguntungkan Tia Rahmania.
Kemudian, pada 14 Agustus 2024, Mahkamah Partai PDIP menyidangkan kasus Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo dari Dapil Jateng V. Mahkamah Partai memutus keduanya terbukti melakukan penggelembungan suara dan melanggar kode etik dan disiplin partai.
Sekitar dua pekan setelahnya, DPP PDIP mengirimkan surat beserta hasil persidangan Mahkamah Partai ke KPU. Hal itu lantaran Tia menjadi salah satu anggota DPR terpilih untuk lima tahun ke depan dari Dapil Banten 1.
Adapun, pada 3 September 2024, Mahkamah Etik/Badan Kehormatan PDIP melalui sidang etik akhirnya memberhentikan Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo atas pemindahan perolehan suara partai ke perolehan suara pribadi.
"Mahkamah Etik memutus keduanya bersalah dan menjatuhkan hukuman pemberhentian," ujarnya kepada Bisnis melalui keterangan tertulis, Kamis (26/9/2024).
Sebagai konsekuensi pemecatan Tia dan Rahmad sebagai kader, DPP pada 13 September 2024 mengirimkan surat pemberhentian keduanya kepada KPU. Lalu, 10 hari setelahnya atau 23 September KPU merilis Keputusan KPU 1206/2024 tentang penetapan calon terpilih anggota DPR.
Artinya, kehadiran Tia pada acara pembekalan untuk anggota DPR terpilih oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) berada pada hari yang sama SK KPU itu diterbitkan di situs resmi.
Untuk itu, Chico pun memastikan tidak ada kaitan antara kritik terbuka Tia di acara tersebut ke Ghufron dengan pemecatannya.
"Sama sekali tidak [ada hubungannya]," lanjut Chico.