Bisnis.com, JAKARTA -- Upaya untuk mempertemukan Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri belum berhasil. Selain soal waktu, internal PDIP tampaknya belum solid mengenai sikap politik partai terhadap pemerintahan Prabowo Subianto.
Padahal, Prabowo telah mengirim sinyal secara terbuka untuk menjalin hubungan yang lebih intens dengan PDIP. Pada acara Rapat Koordinasi PKB belum lama ini, misalnya, Prabowo berkelakar tentang dasi yang dipakai. Dia mengaku sengaja memakai dasi hijau karena di acara PKB yang identik dengan kaum Nahdliyin.
"Tapi saya tidak tahu kapan diundang PDIP. Ini bukan minta diundang loh. Tapi kalau kira-kira diundang ganti merah," ujar Prabowo waktu itu.
Prabowo belakangan memang gencar diberitakan akan segera bertemu dengan Megawati. Pertemuan konon akan dilakukan sebelum pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden ke 8 Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2024 nanti. Sayangnya, hingga mendekati hari pelantikan, hilal tentang pertemuan antara dua elite politik tersebut tidak kunjung nampak.
Prabowo dan Megawati adalah dua elite politik yang merepresentasikan pemenang Pemilihan Presiden alias Pilpres 2024 dan Pemilihan Legislatif atau Pileg 2024. Prabowo berstatus presiden terpilih karena menang Pilpres 2024. Sedangkan PDIP yang dipimpin Megawati merupakan pemenang Pileg 2024.
Baca Juga
Baik Prabowo maupun Megawati memiliki relasi sangat panjang. Keduanya pernah berkoalisi, tetapi lebih sering berkompetisi dalam kancah kontestasi politik. Pada Pilpres 2009 lalu misalnya, Prabowo menjadi calon wakil presiden alias cawapres mendampingi Megawati Soekarnoputri. Pasangan ini kalah melawan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Boediono.
Prabowo dan Megawati juga pernah koalisi ketika menghadapi Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 lalu. Sosok Joko Widodo alias Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok muncul dari pergulatan koalisi dua tokoh tersebut. Namun demikian, hubungan Prabowo - Megawati, PDIP dan Gerindra, mulai merenggang ketika menghadapi Pilpres 2014.
PDIP dan Megawati menjadi partai penopang sekaligus pengusung utama Jokowi. Sedangkan Gerindra mengusung Prabowo Subianto. Prabowo kalah pada Pilpres 2014. Dia mencoba peruntungan lagi pada 2019. Lawannya masih sama PDIP yang mendukung Jokowi berpasangan dengan Ma'ruf Amin. Hasilnya, Prabowo kalah lagi.
Pada tahun 2024, situasi politik sepenuhnya berubah. Megawati dan Jokowi pecah kongsi. Putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang maju penuh dengan kontroversi mendampingi Prabowo. Prabowo menang dan mampu memperoleh suara cukup siginifikan.
Namun demikian, kemenangan Prabowo tidak meredakan tensi politik, terutama ketika PDIP terus melontarkan kritik mengenai kecurangan dan posisi Gibran yang maju sebagai cawapres menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi yang cacat etik.
Meski demikian, sejumlah elite Gerindra dan PDIP mulai berupaya untuk menjembatani jurang komunikasi yang terjadi pasca pilpres. Isu mengenai rencana pertemuan antara Prabowo dan Megawati dilontarkan untuk meredam ketegangan sekaligus menarik PDIP masuk dalam koalisi pendukung pemerintahan Prabowo. Namun demikian, pertemuan itu tidak kuning terlaksana.
Belakangan banyak pihak menuding ada faktor Jokowi yang tidak menginginkan pertemuan antara Prabowo dan Megawati, setidaknya sampai, menjelang pelantikan dan pengumuman komposisi kabinet Prabowo Subianto. Apalagi, Jokowi juga telah berulangkali mengadakan pertemuan dengan Prabowo. Terakhir, hari Minggu kemarin, ketika Prabowo datang ke Solo.
Kendati demikian, Jokowi sejatinya telah menyatakan secara terbuka bahwa tidak pernah cawe-cawe mengenai penyusunan kabinet Prabowo Subianto. Dia juga memastikan bahwa pertemuan antara Megawati dan Prabowo sangat diperlukan.
"Ya saya kira baik pertemuan itu sehingga komunikasi antara tokoh-tokoh bangsa bisa sambung untuk kemajuan negara, untuk kemajuan bangsa."
Pecah Tiga Kubu
Di sisi lain, Ketua DPD PDI Perjuangan (PDIP) Jawa Tengah Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengungkap internal partai terbelah menjadi tiga kubu terkait sikap mereka terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurut Bambang, ada kubu yang ingin segera masuk, ada yang ingin masuk tetapi melihat perkembangannya terlebih dahulu, dan ada juga yang tidak ingin masuk sama sekali.
“Ada yang ingin segera masuk, ada yang kepengen masuknya nanti saja kita lihat perkembangannya dulu kayak apa, kemudian ada yang mengatakan sudahlah nggak usah masuk. Jadi ada tiga klaster yang sedang berdinamika,” tuturnya di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2024).
Bambang menuturkan dinamika tersebut membuat PDIP belum mengambil keputusan apapun, termasuk keputusan soal bergabungnya ke pemerintahan mendatang atau tidak.
“Kan belum ambil keputusan. Ini kan aku ngomong dinamika yang ada. Klaster-nya kayak begitu. Maka tepatnya bukan dinamika, tepatnya dialektika yang ada,” katanya.
Lebih jauh, Bambang turut menyampaikan bahwa terkait kader PDIP yang belum dipanggil Presiden terpilih Prabowo ke Kertanegara lebih baik ditunggu dulu saja, karena hari ini pun masih ada pemanggilan.
“Kalau dikau tanya kok sampai hari ini kok belum ada? Yang kemarin kok belum ada kader PDIP yang dipanggil ke Kertanegara? Ya memang belum. Tetapi kan hari ini kan juga mash ada. Kita juga ngerti kok, mari kita amati bersama. Siapa tahu Bambang Pacul dipanggil,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menuturkan pihaknya masih terus berkomunikasi dengan PDI Perjuangan (PDIP). Dia juga belum bisa mengungkap apabila PDIP nantinya akan mendapatkan jatah menteri di kabinet Prabowo.
"Saya belum bisa menyampaikan tentang hal tersebut tapi ini ada beberapa komunikasi kita minta media bersabar untuk menunggu hal-hal tersebut," ujarnya.