Bisnis.com, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi importasi gula.
Tom Lembong adalah bekas orang dekat Presiden ke 7 Joko Widodo alias Jokowi. Dia tercatat menjabat sebagai menteri perdagangan kemudian kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal alias BKPM pada periode pertama pemerintahan Jokowi.
Selain itu, Tom Lembong juga mengaku pernah menjadi tangan kanan Jokowi, bahkan sempat 7 tahun memberikan contekan kepada presiden 2014-2024 tersebut.
Namun demikian, Tom Lembong memutuskan pisah jalan dengan Jokowi. Pada Pilpres 2024 lalu, dia berada berseberangan dengan Jokowi karena masuk dalam tim pemenangannya Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Saat debat calon wakil presiden alias cawapres Januari 2024 lalu, nama Tom Lembong bahkan disebut tiga kali oleh putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Tom Lembong juga sempat ikut orasi saat demo besar-besaran menolak amandemen UU Pilkada. Namun demikian, pada Selasa malam kemarin, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus importasi gula.
Baca Juga
Pihak Kejaksaan Agung menegaskan tidak ada unsur politis di balik penetapan Tom Lembong sebagai tersangka. "Penyidik bekerja berdasarkan alat bukti, itu yang perlu digarisbawahi. Tidak terkecuali siapapun pelakunya ketika ditemukan bukti yang cukup, maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka."
Fakta kasus Tom Lembong
Adapun Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong.
Tom Lembong ditengarai memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton pada 2015. Padahal, saat itu Indonesia sedang mengalami surplus gula.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan, hasil rapat koordinasi antara kementerian pada 12 Mei 2015 silam menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor dari luar negeri.
Akan tetapi, Tom yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.
"Akan tetapi pada tahun yang sama yaitu 2015 Menteri Perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih" jelas Qohari pada konferensi pers, Selasa (29/10/2024).
Di sisi lain, peraturan yang ada yakni Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No.257/2004 mengatur bahwa impor gula kristal hanya boleh diimpor oleh BUMN. Namun, pada izin persetujuan yang dikeluarkan oleh Tom, impor itu dilakukan oleh swasta PT AP.
"Dan impor gula kristal tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri," lanjut Qohari.
Selanjutnya, pada 28 Desember 2015. kementerian-kementerian di bawah Kemenko Perekonomian menggelar rapat ihwal Indonesia yang disebut bakal mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton di 2016. Pemerintah pun menggelar rapat untuk membahas stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Izin Impor Gula
Pada rentang waktu November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI memerintahkan P, selaku Staf Senior Manajer Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Padahal, timpal Qohari, impor yang boleh dilakukan untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya gula impor putih, dan hanya boleh dilakukan oleh BUMN.
Tidak hanya itu, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih itu sebenarnya adalah produsen gula kristal rafinasi untuk industri makanan, minuman dan farmasi.
Setelah impor dilakukan oleh kedelapan perusahaan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, Kejagung menduga senyatanya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya.
Harga yang dipatok untuk gula itu yakni Rp16.000 per kg, atau lebih tinggi dari HET saat itu Rp13.000 per kg dan tidak dilakukan operasi pasar.
Alhasil, PT PPI berhasil mendapatkan fee sebesar Rp105 per kg dari delapan perusahaan yang melakukan importasi dan pengolahan gula kristal mentah ke gula putih tersebut.
"Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp400 miliar," pungkasnya.
Dengan demikian, Kejagung menetapkan dua orang tersangka yaitu TTL selaku Mendag Periode 2015-2016 serta CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI 2015-2016.