Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Lalu, bagaimana cara menghitung kenaikan harga barang/jasa ketika PPN menjadi 12%?
Notabenenya, menghitung harga barang/jasa dengan tarif PPN tidak terlalu rumit. Perhitungannya melalui dua tahap:
- Harga jual × tarif PPN = besaran PPN
- Harga jual + besaran PPN = harga final barang/jasa
Ambil contoh ketika A ingin membeli laptop dengan harga jual sebelum pajak senilai Rp5.000.000. Berapa harga final laptop tersebut apabila PPN 11% dan 12%?
Berikut simulasi perhitungannya:
Perhitungan dengan PPN 11%:
- Rp5.000.000 × 11% = Rp550.000
- Rp5.000.000 + Rp550.000 = Rp5.550.000
Perhitungan dengan PPN 12%:
- Rp5.000.000 × 12% =Rp600.000
- Rp5.000.000 + Rp600.000 = Rp5.600.000
Singkatnya, jika tarif PPN masih 11% maka harga finalnya menjadi Rp5.550.000, tetapi jika tarif PPN naik jadi 12% maka harga final laptop tersebut menjadi Rp5.600.000.
Artinya, ada kenaikan harga final hingga Rp50.000 usai PPN naik dari 11% menjadi 12% ketika harga jual barang sebelum PPN sebesar Rp5.000.000.
Direktur Eksekutif Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menambahkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan bukanlah cuma 1%, melainkan 9,09%.
Rumus perhitungan persentase kenaikan tarif yaitu:
((harga baru - harga lama) / harga lama) × 100% = persentase kenaikan
Ambil contoh harga final laptop tadi:
((Rp5.600.000 - Rp5.550.000) / Rp5.550.000) × 100% = 9,09%
"Perlu dibedakan antara selisih tarif dengan kenaikan tarif," kata Bhima kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).
Menurutnya, kenaikan tarif PPN tersebut sangat tinggi apabila dibandingkan akumulasi kenaikan inflasi tahunan maupun pertumbuhan upah riil pekerja. Akibatnya, sambung Bhima, efek kenaikan PPN 12% akan langsung mengerek inflasi umum sehingga harga barang/jasa akan lebih mahal.
Bahkan, dia memperhitungkan inflasi 2025 mencapai 4,5%—5,2% (year on year/YoY) akibat kenaikan PPN tersebut. Sejalan dengan itu, terjadi penurunan daya beli masyarakat.
"Pemerintah harus memikirkan kembali rencana kenaikan tarif PPN 12% karena akan mengancam pertumbuhan ekonomi yang dominan disumbang dari konsumsi rumah tangga," jelas Bhima.