Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu bersikap lebih keras dalam memberantas judi online. Pasalnya efek judi online tidak hanya memicu tindakan kriminal tetapi juga gangguan psikis bagi para pelakunya.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo setidaknya telah merawat inap kurang lebih 100 orang karena kecanduan judi online. Sementara itu, jumlah pasien yang menjalani rawat jalan angkanya bisa dua kali lipat dibandingkan dengan pasien rawat inap.
"Jadi kalau misalnya kita berangkat dari scope kecil kemudian kita nasionalisasikan di scope besar Indonesia, tentu angkanya itu akan kita temukan berlipat-lipat jauh lebih besar. Dan kalau ditanyakan apakah ini dari daerah urban saja, jawabannya tidak," kata Kepala Divisi Psikiatri RSCM Jakarta, Kristiana Siste Kurniasanti dalam acara Mengenal Adiksi Perilaku Judi Online yang digelar PB IDI belum lama ini.
Dalam catatan Bisnis, tekanan psikis akibat judi online memicu tindakan-tindakan nekat para pelakunya. Di Mataram, Nusa Tenggara Barat, misalnya, seorang pria nekat bunuh diri. Pria berinisial KA itu diduga terlilit utang karena kecanduan judi online.
Kasus lain terjadi di Ogan Ilir Sumatra Selatan, seorang suami nekat mengakhiri hidupnya karena ditegur istri karena kecanduan judi online. Kasus kematian karena judi online juga menimpa anggota TNI Lettu Laut Eko Damara (30). Dia meninggalkan utang sebanyak Rp 819 juta sebelum bunuh diri.
Selain bunuh diri, belum lama ini seorang ayah berinisial RA (36) tega menjual bayinya yang masih berusia 11 bulan dengan harga Rp15 juta. Uang hasil penjualan anak kandungnya sendiri itu digunakan untuk main judi online.
Baca Juga
Anak-anak Main Judol
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Budi Gunawan menyebut terdapat 8,8 juta masyarakat Indonesia yang bermain judi online. Angka tersebut mencakup 80.000 anak dibawah umur yang bermain judi online.
Budi menjelaskan sampai dengan saat ini pemerintah mencatat pemain judi online di dalam negeri mencapai angka 8 juta orang. Dari angka tersebut, Budi menyebut mayoritas pemain judi online adalah masyarakat yang berada di kalangan menengah kebawah.
“Pemainnya kurang lebih 8,8 juta masyarakat Indonesia, yang mayoritas para pemainnya adalah kelas menengah ke bawah,” kata Budi saat konferensi pers di Komdigi, Kamis (21/11/2024).
Tak hanya kalangan menengah kebawah, Budi mencatat ada sekitar 97 ribu anggota TNI dan Polri yang bermain judi online. Pemerintah, kata Budi juga mencatat juta pegawai swasta yang bermain judi online.
Lebih lanjut, Budi pun menyampaikan bahwa pemerintah menemukan ada sekitar 80 ribu anak dibawah usia 10 tahun yang bermain judi online.“Dan angka ini diprediksi akan terus bertambah jika kita tidak melakukan upaya massif di dalam memberantas judi online,” ujarnya.
Di sisi lain, Budi menuturkan bahwa saat ini judi online di Indonesia cukup meresahkan. Bukan hanya meresahkan, Budi menilai kondisi judi online di Indonesia sudah darurat.
Apalagi, Budi mencatat bahwa perputaran uang judi online di Indonesia mencapai Rp900 triliun pada tahun 2024. "Bapak presiden pada beberapa kesempatan telah menyampaikan perputaran judi online di Indonesia ini telah capai kurang lebih Rp900 triliun di tahun 2024,” ucap Budi
E-Wallet Jadi Modus Transaksi
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyebut pemerintah masih mendeteksi adanya penggunaan dompet digital sebagai metode transaksi judi online (judol).
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mencatat DANA menjadi e-wallet yang paling banyak digunakan dengan persentase 25,68%, diikuti oleh GoPay yang mencatatkan 24,84%.
LinkAja menyusul dengan 21,47%, sementara OVO memiliki porsi sebesar 21,26%. Penggunaan Sakuku dan ShopeePay lebih kecil, masing-masing dengan persentase 2,32% dan 2,11%.
Maka dari itu, Meutya menuturkan pihaknya meminta kepada perusahaan e-wallet yang dipakai untuk giat judi online untuk memberantas hal tersebut.
“Kami sudah komunikasi juga untuk kemudian terus menurunkan (penggunaan untuk judi online) di e-wallet mereka masing-masing,” kata Meutya saat konferensi pers capaian Desk Pemberantasan Perjudian Daring di Komdigi, Kamis (21/11/2024).
Tak hanya e-wallet, Meutya mengatakan bahwa masih ada sekitar 600-an rekening yang berkaitan dengan judi online (judol). Saat ini rekening tersebut sedang diajukan untuk dilalukan pemblokiran.
Meutya menyampaikan dilakukannya pengajuan pemblokiran rekening karena rekening bank merupakan nadi dari judi online. Maka dari itu, pemerintah sedang menggalakan hal tersebut dengan melakukan kerja sama bersama OJK dan Bank Indonesia.
Lebih lanjut, Meutya menuturkan bahwa pemerintah sedang memantau seluruh bank dan salah satu yang paling dipantau adalah BCA.
“Teman-teman di industri bank juga untuk membantu, kami memantau salah satu yang paling banyak adalah Bank BCA, Bank BRI, Bank BNI, Mandiri, Niaga, BSI, Danamon, dan lain-lain,” ujarnya.
Tercatat sedari Agustus 2023 hingga November 2024 berdasarkan catatan desk pemberantasan perjudian daring, terdapat 517 rekening bank BCA yang diajukan untuk di blokir karena terindikasi judi online.
Posisi BCA diikuti oleh BRI dengan 126 rekening, Mandiri dengan 75 rekening, BNI dengan 58 rekening, dan CIMB Niaga dengan 24 rekening.
Kemudian terdapat BSI dengan 12 rekening, Danamon dengan 3 rekening, dan 6 bank lainnya yaitu Sinarmas, Permata, Maybank, Seabank, Paninbank, dan Mega Bank yang masing masing 1 rekening.
*Peringatan artikel ini mengandung konten bunuh diri. Jika anda mengalami masalah yang sama, usahakan menghubungi layanan konseling untuk meringankan beban anda.