Bisnis.com, JAKARTA - Di bawah ini adalah bunyi fatwa MUI Jateng soal anjuran pilih pemimpin satu agama jelang Pilkada Serentak 2024.
Sebagaimana diketahui, beredar Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tiga hari jelang pencoblosan pada 27 November 2024 mendatang.
Salah satu fatwa MUI Jateng tersebut adalah memilih pemimpin yang satu akidah dan yang sama-sama memperjuangkan syiar Islam.
Dilansir dari foto fatwa MUI Jateng yang beredar di berbagai media sosial, Surat tersebut merujuk pada Tausiah Kebangsaan Majelis Ulama Indonesia terkait Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 dengan nomor: Kep-74/DP-MUI/XI/2024.
Dalam surat ini, MUI Jawa Tengah menyampaikan tiga poin utama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban umat Islam dalam memilih pemimpin:
1. Pemilihan Umum adalah hak konstitusional demikian juga menggunakan hak pilih berdasarkan kecenderungan agama, suku, dan kelompok.
Baca Juga
2. Umat islam wajib memilih calon pemimpin yang seakidah, amanah, jujur, terpercaya, serta memperjuangkan kepentingan dan syiar Islam.
3. Memilih pemimpin yang tidak seakidah atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang seakidah hukumnya haram.
Di bawah surat edaran dengan KOP MUI Provinsi Jawa Tengah tersebut terdapat tanda tangan Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Tengah, Dr. KH. Fadholan Musyaffa’, Lc., MA., dan Sekretaris, Prof. Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag.
Selain itu, Ketua Dewan Pimpinan MUI Jawa Tengah, Dr. KH. Ahmad Darodji, M.Si. dan Sekretaris, Drs. KH. Muhyiddin, M.Ag., turut membubuhkan tanda tangan pada surat tersebut.
Edaran ini menukai berbagai kritik, salah satunya dari Setara Institute. Setara Institute menilai fatwa itu diskriminatif, bertentangan dengan hukum serta melemahkan keberagaman.
Setara mengkritik fatwa yang keluar, Sabtu (23/11/2024) itu karena pada pokoknya mewajibkan Umat Islam untuk memilih calon pemimpin yang seakidah, amanah, jujur, terpercaya dan memperjuangkan kepentingan syiar Islam.
Fatwa tersebut juga menyatakan bahwa memilih pemimpin yang tidak seakidah atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang seakidah hukumnya haram.
Menurut Setara, fatwa itu bertentangan dengan sejumlah pasal di Undang-undang Dasar (UUD) 1945 seperti pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”