Bisnis.com, JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menunjukkan tingkat partisipasi yang sangat rendah dibandingkan sebelumnya. Jakarta dan Sumatra Utara menjadi dua daerah dengan tingkat golput yang cukup tinggi.
Sekadar catatan Pilkada Jakarta 2024 dimenangkan oleh pasangan Pramono Anung - Rano Karno. Jumlah perolehan suara mereka mencapai 2.183.239 atau 50,07%.
Sementara di Sumatra Utara, sejauh ini pasangan Bobby Nasution dan Surya unggul. Soal persentasenya masih dalam proses rekapitulasi. Versi quick count di kisaran 60%.
Baik Jakarta dan Sumut, tingkat partisipasi pemilih sangat rendah. Di Jakarta, tingkat partisipasi yang rendah bahkan digunakan oleh tim penangan Ridwan Kamil dan Suwono untuk menggugat hasil Pilkada yang menenangkan Pramono-Rano.
Berikut catatan mengenai tingkat partisipasi Pilkada di Pulau Jawa plus Sumut 2024:
Sekadar catatan, di Pulau Jawa, Jawa Tengah mencatat partisipasi tertinggi dengan 10.233.941 suara dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 13.822.511, sehingga angka golput berada di 25,95% atau 3.588.570 orang.
Sementara itu, Jawa Barat, provinsi dengan DPT terbesar mencapai 35.925.960, menunjukkan partisipasi sebanyak 22.198.918 pemilih, meninggalkan 38,21% atau 13.727.042 pemilih yang golput.
Baca Juga
Jawa Timur juga memiliki angka golput yang signifikan, yaitu 34,67 persen dari DPT 31.280.418, dengan partisipasi mencapai 20.435.019 suara.
Di Banten, golput tercatat sebesar 33,81%, dengan partisipasi sebanyak 5.908.176 dari 8.926.662 pemilih.
Sedangkan di Jakarta, partisipasi mencapai 4.724.393 suara dari DPT 8.214.007, dengan golput sebesar 42,47% atau 3.489.614 orang.
Berbeda dengan Pulau Jawa, Sumatera Utara angka sementara tingkat partisipasi pemilih tercatat tertinggi, yaitu mencapai 50,6% dari DPT 10.771.496. Hanya 5.312.561 orang yang menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada kali ini. Adapun versi LSI Denny JA di kisaran 46%.
Mengapa Angka Golput Menjadi Tinggi?
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan bahwa golput mengalami kenaikan di tujuh Provinsi, yakni Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.
Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, mengatakan bahwa faktor pertama kenaikan angka Golput terjadi karena jarak Pemilu dan Pilkada yang berdekatan. Hal ini membuat perhatian dan energi terkuras, sehingga daya tarik pertarungan Pilkada menjadi berkurang.
Kedua, yakni karena kandidat yang maju dinilai memiliki pesona yang kurang. Faktor ketiga, banyak masyarakat yang lebih meyakini bahwa keputusan pemerintah pusat justru lebih besar pada kehidupan mereka.
"Karena banyak sekali sekarang program pemerintah pusat yang populis yang menyentuh masyarakat bawah,” terangnya, dalam rilis survei LSI Denny JA.
Terakhir, adalah karena apatisme politik yang meningkat, karena isu polarisasi politik, korupsi, dan lain-lainnya.
Selain ketiga alasan tersebut, banyaknya tokoh lokal berpengaruh yang gagal maju dalam kontestasi PIlkada 2024 juga ditengarai sebagai pemicu minumnya partisipasi publik.