Akhir Drama Dua Dasawarsa Relasi Jokowi dan PDIP

Jokowi dan PDIP telah memiliki hubungan lebih dari 2 dasawarsa. Kini keduanya berseberangan.
Annisa Nurul Amara, Jessica Gabriela Soehandoko
Selasa, 10 Desember 2024 | 05:48
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke 7 Joko Widodo bertemu empat mata selama dua jam di Batu Tulis, Bogor Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022)./Istimewa
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke 7 Joko Widodo bertemu empat mata selama dua jam di Batu Tulis, Bogor Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Hubungan antara PDI Perjuangan (PDIP) dengan Presiden ke 7 Joko Widodo alias Jokowi secara de facto telah berakhir. Jokowi telah dipecat secara lisan. Secara de jure, ayah dari wakil presiden Gibran Rakabuming Raka itu diminta mengembalikan kartu tanda anggota alias KTA PDIP.

"Saya tegaskan kembali bahwa Pak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan," terang Hasto belum lama ini.

Pernyataan Hasto mengakhiri relasi politik selama dua dasawarsa antara Jokowi dan PDIP. Jokowi telah menjadi kader PDIP sejak dia diusung sebagai wali kota Solo pada tahun 2005. Dua kali dia terpilih sebagai wali kota di Kota Bengawan tersebut.

Pada tahun 2012, setelah proses yang panjang, PDIP mengusung Jokowi sebagai calon Gubernur waktu itu namanya masih DKI Jakarta. Sekarang telah ganti menjadi Daerah Khusus Jakarta. PDIP berkoalisi dengan Gerindra yang sama-sama oposisi. Muncul duet Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Mereka memenangkan kontestasi melawan petahana, Fauzi Bowo.

Hanya berselang dua tahun kemudian, PDIP kembali mengusung Jokowi menjadi calon presiden 2014. Dia dipasangkan dengan politikus senior Partai Golkar, Jusuf Kalla. Pertarungan politik berlangsung sengit karena lawan mereka adalah Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang didukung koalisi besar. 

Menariknya, pertarungan berhasil dimenangkan oleh Jokowi-JK. Dukungan PDIP termasuk Nasdem dan PKB serta popularitas Jokowi atau Jokowi effect  mampu meredam kekuatan besar di kubu Prabowo-Hatta. Tanding ulang antara Prabowo dan Jokowi juga berlangsung pada Pilpres 2019. Kali ini, koalisi pendukung Jokowi lebih besar. PDIP tetap menjadi partai pengusung utama. 

Kontestasi pada waktu itu juga berlangsung cukup ketat. Sentimen politik identitas juga cukup kuat apalagi Pilpres 2019 hanya berselang 2 tahun dari Pilkada Jakarta 2017 yang cukup brutal karena menggunakan isu agama. Setelah pembahasan yang alot, Jokowi kemudian disandingkan dengan Ma'ruf Amin. Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), sekaligus politikus senior. 

Sementara itu di kubu lawan, Prabowo berpasangan dengan Sandiaga Uno, salah satu pengusaha top di Indonesia. Pertarungan antara kedua kubu berlangsung keras. Meski dimenangkan Jokowi, kerusuhan menjalar di sejumlah tempat di Jakarta. Bentrokan antara aparat dan pendukung Prabowo berlarut-larut. Ada korban tewas. 

Namun demikian, setelah proses yang berdarah, Prabowo bertemu dengan Jokowi. Prabowo kemudian masuk dalam jajaran Kabinet Jokowi. Dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Langkah serupa juga dilakukan Sandiaga Uno yang kemudian memperoleh posisi sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Panas dingin hubungan PDIP dengan Jokowi mulai mencuat ketika muncul isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. PDIP menolak. Meski demikian, renggangnya hubungan Jokowi dan PDIP tidak begitu kentara di ruang publik. Politikus-politikus PDIP belum melontarkan kritik ke Jokowi. 

Hubungan antara PDIP dan Jokowi meruncing menjelang kontestasi Pilpres 2024. Skenario untuk menjodohkan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo batal. PDIP tetap berkeinginan untuk mengusung calonnya sendiri. Apalagi, dengan porsi kursi di DPR lebih dari 20%, secara undang-undang mereka telah melampaui presidential threshold. PDIP mencalonkan Ganjar Pranowo. 

Sementara itu, di kubu Jokowi, muncul opsi untuk mengusung Gibran Rakabuming Raka. Pertemuan antara Prabowo dan Gibran terjadi cukup intens. Ada hambatan usia bagi Gibran untuk maju di Pilpres 2024. Namun demikian, hambatan itu seketika hilang ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara No.90/PUU.XXI/2023 yang memberikan jalan kepada Gibran maju sebagai cawapres Prabowo.

Hubungan antara PDIP dan Jokowi kian renggang. Apalagi dalam banyak kesempatan, Jokowi tampak menunjukkan gestur untuk mendukung anaknya dan Prabowo Subianto. Adapun Jokowi terakhir kali hadir di acara resmi PDIP adalah rakernas pada September 
 2023 lalu. Saat itu Jokowi masih duduk di samping Megawati Soekarnoputri.

Menariknya hanya berselang 1 bulan, hubungan keduanya retak. PDIP berang dengan deklarasi Gibran sebagai cawapres Prabowo. Apalagi Jokowi juga memberikan restu. "Orang tua hanya mendoakan dan merestui," kata Jokowi pada waktu itu.

Singkat kata, Prabowo dan Gibran berhasil memenangkan Pilpres 2024. Sempat ada upaya untuk merekonsiliasi hubungan antara Jokowi dan PDIP. Upaya itu gagal. Malah yang terjadi konflik antara keluarga Jokowi dan PDIP berlangsung lebih keras. Puncaknya adalah Pilkada 2024. Jokowi secara terang-terangan berbeda langkah dengan PDIP. Dia bahkan mengendorse secara langsung calon-calon yang menjadi lawan PDIP.

Di Jawa Tengah, misalnya, dia mendukung Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen. Sementara di Jakarta, Jokowi secara terbuka mengemukakan dukungannya kepada Ridwan Kamil dan Suwono. Jokowi satu barisan dengan FPI dan PKS. Sebaliknya PDIP baik di Jateng maupun Jakarta dikeroyok oleh semua partai politik parlemen plus endorse Jokowi dan Prabowo Subianto.

Kendati demikian, hasil Pilkada 2024 cukup mengejutkan. PDIP kalah di Jawa Tengah. Calon usungannya Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi hanya memperoleh suara di angka 40% - an.

Kalah di Jawa Tengah, PDIP justru menang di Jakarta. Pasangan Pramono Anung -  Rano Karno yang hanya diusung PDIP serta didukung Partai Ummat dan Hanura, mengalahkan Ridwan Kamil - Suswono, yang diusung koalisi besar plus endorse Jokowi dan Prabowo. Pramono-Rano menang 1 putaran.

Adapun, Pilkada 2024 menjadi babak baru bagi relasi PDIP dan Jokowi. PDIP telah menegaskan bahwa Jokowi bukan bagian dari partai berlambang banteng tersebut.

Sementara Jokowi, telah mendapat karpet orange dan kuning dari Gerindra dan Golkar. Kendati demikian, Jokowi usai dipecat PDIP menegaskan belum bergabung dengan partai manapun. Dia bahkan mengaku dirinya sebagai partai perorangan yang secara istilah tidak pernah dikenal dalam konstitusi Indonesia. "Saya masih partai perorangan."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Plus logo

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro