Bisnis.com, JAKARTA -- Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah mengklaim sebagai keturunan Kiai Ageng Muhammad Besari, ulama sekaligus tokoh penting dalam sejarah Islam di wilayah Mataraman Jawa Timur.
Miftah mengaku sebagai keturunan ke 8 ulama besar asal Tegalsari Ponorogo, Jawa Timur itu. Dalam sebuah penggalan video ceramahnya, Miftah menyebutkan bahwa silsilahnya kalau dirunut sampai ke belakang berkaitan langsung dengan Kesultanan Demak dan Prabu Brawijaya yang dikenal sebagai penguasa terakhir Majapahit.
Sementara itu kalau mengacu Antara, Miftah atau Gus Miftah merupakan keturunan kesembilan dari Kiai Muhammad Ageng Besari, pendiri Pesantren Tegalsari di Ponorogo. Ayah Miftah adalah M. Murodhi, yang merupakan putra dari M. Boniran.
Namun demikian, klaim tentang asal-usul, nasab, atau genealogi Miftah dibantah langsung oleh trah Besari.
Perwakilan keturunan generasi ke-8 dari Kiai Ageng Muhammad Besari, Raden Kunto Pramono, seperti dilansir dari Solopos.com, secara tegas membantah klaim Miftah sebagai keturunan Kiai Ageng Muhammad Besari dari jalur nasab mana pun.
Kunto memberi catatan kepada siapa pun yang mengaku-ngaku untuk menunjukan bukti konkrit bahwa dia adalah keturunan Kiai Ageng Muhammad Besari.
Baca Juga
Dia mencontohkan HOS. Cokroaminoto misalnya, salah satu pahlawan nasional tersebut adalah keturunan Tegalsari dan silsilahnya juga valid.
“Sebenarnya kalau saya secara pribadi itu bangga kepada siapa pun yang mengaku keturunan Tegalsari, tapi kalau konteksnya adalah Gus Miftah, secara silsilah saya sendiri itu tidak ketemu dari siapa garis keturunannya. Tetapi jika pun benar, keluarga besar meminta tunjukan bukti konkrit bahwa dia benar-benar keturunan keluarga sini,” ucapnya Kamis (5/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa statement yang diucapkannya bisa dikonfirmasi dari silsilah atau dari narasumber mana saja. Adapun menurut Kunto, Miftah memang pernah mengisi kegiatan haul pada beberapa tahun lalu.
Kunto menjelaskan, bahwa sebenarnya Miftah memang berasal dari Ponorogo, tepatnya Dukuh Bantengan, Desa Mojorejo, Kecamatan Jetis, yang berada persis di sisi timur Desa Tegalsari. Kunto menambahkan, orang tua dari Miftah merupakan murid dari Imam Utama Masjid Agung Tegalsari.
“Gus Miftah sendiri kalau ga salah bapaknya itu murid dari Kiai Syamsuddin yang sekarang menjadi Imam Utama Masjid Tegalsari. Asal usul bapak ibuknya itu dari Dukuh Bantengan, Desa Mojorejo, tepatnya timur Desa Tegalsari,” tambahnya.
Lebih jauh, Kunto sebenarnya sudah mencari di keturunan Kiai Ilyas dari beberapa istrinya, namun upaya tersebut juga tidak menemukan silsilah yang dimaksud. Dengan ini, Keturunan ke-8 Kiai Ageng Muhammad Besari tersebut menyatakan tidak ada sangkut paut antara keluarga besar Tegalsari dengan keluarga Miftah.
“Insyaallah tidak ada sangkut pautnya,” tegasnya.
Siapa Muhammad Besari
Muhammad Besari adalah tokoh penting dalam sejarah Ponorogo bahkan menjadi salah satu tokoh yang muncul dalam gegeran di Kraton Mataram Islam. Salah satunya ketika Kraton Mataram yang berada di Kartasura takluk ke tangan pasukan koalisi Jawa dan China. Peristiwa itu dikenal sebagai geger pecinan.
MC Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 mencatat bahwa setelah Kartasura takluk, Pakubuwana II melarikan diri ke timur menuju Panaraga alias Ponorogo untuk mengindari kejaran pasukan pemberontak yang sangat anti-VOC dan anti Pakubuwana II.
Reputasi Pakubuwana II memang hancur karena sifatnya yang tidak konsisten. Apalagi dia juga sekutu VOC, alih-alih ingin tampil sebagai pemimpin perang suci. Di tengah kondisi yang kacau, raja yang terusir dari kraton-nya itu berupaya mengembalikan kekuasaannya. Pakubuwana II berupaya mencari dukungan spiritual untuk kembali ke tahta yang ditinggal akibat perlawanan pasukan Jawa-China.
"Ada cerita pula tentang raja yang putus asa ini mencari dukungan spiritual di pesantren terkenal, Tegalsari."
Tegalsari adalah lokasi tempat pesantren Kiai Ageng Muhammad Besari. Muhammad Besari dan keturunannya menjadi pewaris dan mengelola Pesantren Tegalsari.
Catatan Christopher Reinhart dalam buku Antara Lawu dan Wilis: Arkeologi, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam, menulis bahwa Ki Ageng Muhammad Besari meninggal sekitar tahun 1773. Dia digantikan oleh anaknya yang bernama Kiai Ilyas Besari yang memiliki anak bernama Kiai Hasan Besari.
Reinhart mencatat bahwa Hasan Besari atau dalam pelafalan Jawa sering disebut dengan Kasan Besari, bahkan menikah dengan sepupu Pakubuwana IV pada tahun 1799. Kasan Besari sendiri meninggal pada usia 100 tahun. Dia meninggalkan 10 anak dan 44 cucu. Jenazah Kasan Besari dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga dekat Masjid Tegalsari pada 10 Januari 1862.
Sepeninggal Kasan Besari, pesantren Tegalsari dipimpin oleh Kiai Kasan Anom (1862-1873), kemudian digantikan oleh Kiai Hasan Kalipah (1873-1883). Sementara itu, putra Kasan Besari yang bernama Raden Mas Adipati Cokronegoro I menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Cucu Cokronegoro adalah pahlawan nasional, yang dikenal sebagai Raja Jawa tanpa mahkota, HOS Tjokroaminoto.