Dua tahun yang lalu, Rani kecil mudah jatuh sakit. Meski umurnya saat itu hampir menginjak dua tahun namun berat badannya hanya sekitar 8 kg saja. Rani dinyatakan menderita gizi buruk. Setiap hari ia hanya makan bubur encer yang terbuat dari beras dengan sedikit garam sebagai perasa, tanpa sayur dan lauk. Tiga kali sehari, putri bungsu dari pasangan Lodoficus (38) dan Kristina (28) memakannya.
Kesulitan ekonomi membuat orangtua Rani hanya bisa menyediakan makanan ala kadarnya bagi anak-anak mereka. Lodoficus hanyalah seorang petani jagung biasa. Mereka sedikit beruntung bila musim panen tiba karena jagung bisa dijual dan uangnya bisa dibelanjakan kebutuhan sehari-hari. Namun saat musim paceklik menghampiri, keluarga ini harus bertahan seadanya.
Dulu bagi keluarga yang tinggal di Desa Oenenu Selatan, Timor Tengah Utara (TTU), seikat sayur terasa sangat mahal. Lokasi desa yang terpencil, dikelilingi bukit serta sungai lebar membuatnya tidak mudah dijangkau. Untuk pergi ke pasar terdekat di Kefamenanu, penduduk desa harus menyeberangi sungai lebar yang sewaktu-waktu bisa meluap terutama saat musim hujan.
"Di desa kami, harga sayur dan lauk masih mahal. Kami tidak bisa membelinya setiap hari," Lodoficus menceritakan keadaan keluarganya kala itu.
Rani adalah satu dari ribuan anak Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menderita gizi buruk. Data menyebutkan pada tahun 2013 sekitar 19,6 persen anak Indonesia menderita gizi buruk. Salah satu populasi terbesarnya terdapat di Provinsi NTT. Bahkan pada tahun 2014 lalu, dua anak penderita gizi buruk meninggal dunia.
Namun dimana ada kesulitan, di situ ada jalan keluar seperti yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) Kantor Operasional TTU. WVI mulai mendampingi Desa Oenenu Selatan sejak tahun 2013 melalui program PD/Hearth untuk menolong anak-anak lepas dari gizi buruk. 10 orang balita yang terdeteksi menderita gizi buruk diikutkan dalam Pos Gizi. Melalui Pos Gizi, kesepuluh orang anak ini mendapat perawatan intensif termasuk mendapat asupan vitamin dan juga makanan bergizi di Posyandu.
Sebagai orangtua, Kristina juga mendapat pelatihan tentang cara mengolah makanan bergizi seperti ‘bubur istimewa' dan ‘nasi sederhana', dua menu makanan bergizi yang murah, mudah, dan cepat untuk dibuat. Selain itu mereka juga mendapat pelatihan tentang cara membuat kebun gizi. Awalnya melihat kondisi tanah di Desa Oenenu Selatan yang kering, rasanya mustahil jika lahan ini bisa menjadi tempat untuk tumbuh tanaman sayur. Tetapi dengan teknik dua kali gali (double digging), tanah yang dulunya gersang bisa diolah dan menghasilkan tanaman sayur yang tumbuh subur.
Sekarang lahan gersang di depan rumah keluarga kecil tersebut telah menghijau dan tidak pernah berhenti menghasilkan sayur. Sayur inilah yang kini sehari-hari dikonsumsi oleh Rani.
"WVI dan juga karyawan kesehatan telah mengajari saya cara memasak menu gizi untuk Rani. Caranya murah, mudah, cepat, dan enak. Rani sekarang suka makan sayur, dia tidak akan mau makan jika tidak ada sayur," kata Kristina.
Kini berat badan Rani naik menjadi 12 kg seiring umurnya yang menginjak 4 tahun. Gadis cilik kebanggaan orangtuanya ini tidak lagi menderita gizi buruk. Ia bisa bermain dengan ceria sepanjang hari.
Anda juga bisa berpartisipasi dalam Aksi Gizi mendukung Hari Pertama Kehidupan penentu ribuan hari berikutnya yang akan diadakan di Monas, 10 Mei 2015, 07.00 - 15.00 WIB. (adv)