Dipajaki, Bukan Diampuni
Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Prianto Budi Saptono menjelaskan bahwa wacana tax amnesty jilid III tidak pernah hadir dari ruang hampa. Menurutnya, program pengampunan pajak itu ingin dihidupkan kembali sebagai salah satu cara pemerintahan memajaki aktivitas shadow economy alias ekonomi bayangan.
Prianto mencontohkan sebelumnya pemerintah mengungkap fenomena penghindaran pajak di sektor perkebunan. Tidak hanya itu, sambungnya, belakangan pemerintah juga menyatakan akan berupaya mengejar pajak shadow economy yang terdiri dari aktivitas legal, ilegal, hingga informal.
Dia menilai bahwa ada dua cara penegakan hukum untuk mengejar pengemplang pajak (tax evader) dan pelaku penghindaran pajak (tax avoider) dari shadow economy tersebut. Pertama, penegakan hukum administrasi hingga penegakan hukum pidana pajak.
Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengungkapkan bahwa cara pertama cenderung mendapatkan perlawanan dari terduga tax evader maupun tax avoider seperti lewat proses sengketa pajak hingga ke Pengadilan Pajak hingga Mahkamah Agung.
"Cara pertama di atas tidak gampang dan belum tentu mendapatkan pajak sesuai ekspketasi pemerintah. Alih-alih banyak menang sengketa pajak, pemerintah justru hampir 60% mengalami kekalahan ketika ada sengketa [banding dan gugatan] di pengadilan pajak," ujar Prianto kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).
Kedua, melalui tax amnesty. Dia berpendapat, tax amnesty merupakan cara yang lebih sederhana dan cenderung tanpa ada proses perlawanan dari wajib pajak.
Baca Juga
Kebijakan tax amnesty cenderung digulirkan ketika pemerintah belum mampu mengatasi tax evasion dan tax avoidance. Oleh sebab itu, Prianto menilai tidak ada yang salah dari penerapan tax amnesty jilid III ketika negara butuh dana instan dari masyarakat.
"Kebijakan tax amnesty di banyak negara pada kenyataannya juga berulang meskipun teorinya menyatakan bahwa seharusnya tax amnesty itu cukup sekali untuk satu generasi Wajib Pajak," tutupnya.
Direktur Eksekutif Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira punya pandangan berbeda.
Menurutnya, pengampunan pajak bukan solusi sehat menambah penerimaan negara. Sebaliknya, Bhima menyarankan pemerintah harus meningkat tarif pajak para orang kaya.
"Pemerintah sebaiknya mulai membuka pembahasan pajak kekayaan [wealth tax] dengan potensi Rp81,6 triliun per tahun, pajak anomali keuntungan komoditas [windfall profit tax], dan penerapan pajak karbon sebagai alternatif," kata Bhima, Selasa (19/11/2024).